STUDI BANDING KE NEWMONT BERUJUNG KEKERASAN
------PT.Newmont
Nusa Tenggara (PT. NTT) tidak saja mengambil alih lahan masyarakat,
menghancurkan sumber daya alam, membuang limbah tailingnya ke laut. PT.
NTT juga secara transparan ‘membeli’ sejumlah orang untuk melakukan
intimidasi terhadap rombongan yang melakukan studi banding untuk
kepentingan advokasi--------
Bak kisah film laga di layar lebar, puluhan laki-laki bersenjata
tajam menghadang rombongan peserta studi banding ke PT. NTT, tepatnya di
simpang jalan Cagar Alam Pedauh, Sekongkang, Sumbawa, Rabu (12/6).
Tidak ada korban dalam peristiwa itu, namun barang-barang bawaannya
dijarah dan mereka sempat diancam dan diintimidasi.
Rombongan studi banding yang berjumlah 30 orang itu sebagian besar
perempuan, seorang di antaranya sedang hamil 8 bulan, seorang anak
laki-laki, balita berusia 3 tahun dan 2 orang dokter. Mereka berasal
dari Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Jakarta, dan
Sumbawa.
Siang itu sekitar pukul 09.30 WITA, rombongan dihadang sekelompok
massa yang menamakan diri masyarakat Sekongkang Sumbawa. Massa
penghadang yang seluruhnya laki-laki berjumlah lebih dari 20 orang.
Dengan dilengkapi senjata tajam seperti pedang, golok, tombak dan
pentungan kayu, massa liar itu berteriak-teriak sambil mengintimidasi
dan mengeluarkan ancaman. Mereka membongkar paksa seluruh bawaan
rombongan yang ada dalam 4 mobil kijang. Rombongan diminta paksa untuk
menyerahkan surat, data, dokumen dan film. Beberapa dokumen seperti buku
harian dan agenda dirampas. Selain itu mereka juga merusak 5 roll film,
baik yang masih dalam kamera maupun roll film yang belum digunakan.
“Mereka berusaha merebut kunci mobil, dan mengancam akan
menghancurkan dan membakar mobil apabila kunci tidak diserahkan,” tulis
siaran pers rombongan tersebut yang diterima JATAM.
Peristiwa penghadangan ini menyebabkan perjalanan rombongan terhenti
sekitar satu jam. Rencananya rombongan akan melakukan studi banding
seputar masalah pertambangan di desa Tongo, Sejorong, Sumbawa Barat.
Lokasi dimana PT. Newmont Nusa Tenggara melakukan eksploitasi emas.
Mereka juga mengancam akan ada hadangan dan kekerasan yang lebih
besar lagi di Jereweh dan Taliwang apabila tidak mau menyerahkan
barang-barang yang mereka minta. Mereka sama sekali tidak mempedulikan
perempuan hamil dan anak-anak yang ada dalam rombongan. Akibatnya
seorang perempuan dalam rombongan berteriak histeris.
Ternyata ancaman yang mereka lakukan bukan sekedar gertak sambal.
Setelah tiba di desa Sekongkang Bawah, tepat di depan kantor Komrel
Newmont dan kantor SD Negeri Sekongkang Bawah, rombongan dihadang lagi
oleh sekelompok orang yang sama. Pada penghadangan kedua ini para pelaku
sempat berteriak-teriak dan mengancam ibu Halimah (warga Benete) dan
Yani Sagaroa (aktivis LOH) karena dianggap telah melakukan testimoni di
acara PrepCom 4 di Bali awal bulan Juni dan beritanya masuk koran.
Mereka mengintimidasi ibu Halimah dan Yani Sagaroa untuk tidak
berhubungan dengan pers.
“Kami mengutuk peristiwa penghadangan dan tindak kekerasan berupa
ancaman dengan senjata tajam dan tumpul terhadap rombongan studi banding
yang dilakukan oleh Komrel PT. Newmont Nusa Tenggara dengan
menggerakkan sejumlah orang.Tindakan tersebut mencerminkan bahwa ada
sesuatu yang tidak ingin tersiar ke dunia luar mengenai
persoalan-persoalan yang ada di daerah sekitar lokasi tambang dan
pembuangan limbah PT. Newmont Nusa Tenggara. Hal ini sekali lagi
merupakan sebuah bukti bahwa operasi PT. Newmont Nusa Tenggara di
Sumbawa menggunakan cara-cara kekerasan terhadap masyarakat setempat
maupun siapa saja yang berkunjung ke daerah tersebut,” jelas siaran pers
itu.
Rombongan studi juga menyayangkan aparat kepolisian yang menyaksikan
penghadangan ke dua di depan kantor Hubungan Masyarakat PT. Newmont
Nusa Tenggara di desa Sekongkang Bawah, tetapi tidak melakukan tindakan
apapun terhadap para pelaku kekerasan tersebut.
Atas terjadinya peristiwa itu sejumlah elemen mahasiswa mengeluarkan
pernyataan sikap. Manurutnya, peristiwa itu memberikan suatu gambaran
jelas tentang kekhawatiran PT.NNT terhadap "perampokan" dan pengrusakan
Sumberdaya Alam yang dilakukan selama ini, yang sangat merugikan
masyarakat di sekitar Tambang dan keselamatan alam setempat.
“Penghadangan tersebut merupakan cara kerja yang sengaja ingin
menjauhkan masyarakat dari proses pencerdasan yang sebenarnya, bahkan
cendrung sengaja ingin mengisolasi dan membodohi masyarakat di sekitar
tambang agar tidak mengerti tentang begitu besar fungsi dan peranan
Sumberdaya Alam milik mereka yang kini digunakan oleh PT.NNT,” kecam
pernyataan sikap yang ditandatangani oleh Didi Prayitno (MAPALA UNSA),
Muhammad Syarif (Badan Eksekuti Mahasiswa UNSA), Abdulkadir (HMI Cab.
Persiapan Sumbawa), dan Muhammad Yamin (FKM2S).
Sementara itu KOMBAT menyayangkan pihak kepolisian yang sampai
tulisan ini dibuat belum melakukan pengusutan terhadap para pelaku
penghadangan yang disertai dengan tindak kekerasan tersebut.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah pernyataaan Kepala desa
Sekongkang Bawah, Muchlis yang justru mengatakan bahwa apa yang
dilakukan oleh Comrel PT.NNT. sifatnya hanya main-main. Artinya Kepala
Desa Sekongkang Bawah memberi pembenaran atas peristiwa penghadangan
itu.
Dalam kasus penghadangan pun dia mengatakan bahwa penghadangan yang
dilakukan warganya berjumla 18 orang, adalah tindakan spontanitas,
sebagai reaksi warganya dari testimoni yang dilakukan Halimah di Bali,
hal tersebut dinilai oleh kades sebagai memutar balikkan fakta, artinya
bahwa kades sekongkang secara tidak langsung telah berada dibelakang
aksi penghadangan.
Humas PT. NTT TerlibatKuat
dugaan bahwa para pelaku penghadangan itu adalah orang-orang suruhan
PT. NTT. Yang lebih menyakinkan bahwa para pelaku adalah orang/suruhan
PT. Newmont Nusa Tenggara adalah adanya Sdr. Sukardi di dalam rombongan
penghadang. Pada saat rombongan melakukan kegiatan di desa Tongo selama
dua hari, Sdr Sukardi selalu hadir dan memperkenalkan diri sebagai Humas
PT NNT sambil memperlihatkan kartu tanda pengenal (badge) sebagai
Komrel PT. Newmont Nusa Tenggara (Hubungan Masyarakat).
Selama dua hari di Tongo, ia telah melakukan intimidasi melalui
keberadaannya dan teman-temannya, memotret orang-orang yang sedang
berdiskusi dan menguntit kemana saja rombongan pergi baik saat
berkunjung ke Satuan Pemukiman I, Satuan Pemukiman II, serta saat ke
pantai Senutuk. Saat itu, selain mengaku sebagai komrel PT. Newmont Nusa
Tenggara, Sukardi juga mengaku sebagai wartawan Lombok Post. Pada
peristiwa penghadangan tanggal 12 Juni 2002, Sdr. Sukardi terlihat
memerintahkan pelaku penghadangan untuk mendekat ke ibu Halimah dan Yani
Sagaroa, menyuruh salah seorang dari penghadang untuk mengambil kamera
dari kantor Hubungan Masyarakat di desa Sekongkang. Ia sendiri dengan
demonstratif memotret seluruh rombongan dalam setiap mobil.
Sebelum kegiatan di desa Tongo berlangsung, telah ada pertemuan
antara kepala desa, aparat keamanan (Sdr.Tunggul/polisi Batu Hijau) dan
beberapa tokoh masyarakat Tongo. Dengan demikian kegiatan telah
diketahui oleh pihak keamanan dan tokoh masyarakat sebagai pengundang.
Meskipun demikian pada kenyataannya tetap terjadi tindak kekerasan
terhadap rombongan.
Berdasarkan informasi yang dikorek
MinergyNews.Com tanggal
7 Juli 2002, terungkap bahwa aksi penghadangan itu memang inisiatif
Community Relations (ComRel) PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT). Kepada
warga yang mau berpartisipasi menghadang peserta studi banding pada 12
Juni lalu, pihak Newmont menjanjikan sejumlah uang dan pekerjaan.
Seperti dituturkan Man, warga Sekongkang Atas, kepada Hamzah dari
KOMBAT di rumah Bapak Hamim, mantan KaDes Sekongkang Atas, dirinya
dijanjikan akan diberi uang sebesar 500 ribu rupiah setelah selesai
menghadang peserta studi banding. Namun, ia hanya menerima 300 ribu
rupiah. Malah, tambah Man, ada di antara penghadang yang dijanjikan akan
diberi imbalan sampai lima juta rupiah.
Newmont Digugat di PeruSementara
itu JATAM memperoleh informasi bahwa salah satu perusahaan milik
Newmont, Yanacocha di Peru sedang digugat di Pengadilan Colorado (USA)
oleh 1000 warga Peru. Pasalnya pada tahun 2000, truk yang dikontrak
Yanacocha menumpahkan merkuri di jalan. Merkuri itu tersebar ke desa
miskin, Choropama. Masyarakat melihat cairan metalik yang misterius dan
mengira bahwa itu adalah cairan berharga. Mereka mengumpulkan merkuri
ini dalam botol, bahkan dengan sapu tangan mereka. Anak-anak bermain dan
merasakan merkuri ini.
Tumpahan merkuri yang terjadi 2 tahun lalu sampai saat ini telah
mengakibatkan dampak-dampak kesehatan yang sangat buruk kepada
masyarakat. Beberapa orang menjadi buta. Seseorang yang mengambil
merkuri itu dengan tangan dan membakarnya lalu menghirup uap, langsung
menderita penyakit gatal dan kesulitan bernafas. Dua tahun setelah itu,
ibu ini masih sakit mata dan tulang sendi serta kulitnya menggelembung.
Merkuri bisa berdampak terhadap sistem syaraf dan menyebabkan mual,
muntah, kesulitan bernafas serta menghancurkan ginjal dan kulit. Di
Choropampa, beberapa keluarga menyimpan merkuri untuk beberapa hari di
rumah bahkan merebus di pancinya.
Tetapi perusahaan mengatakan tidak ada dampak yang berlangsung lama .
Lebih dari 200 orang harus masuk rumah sakit dan menurut Walikota semua
warga menjadi sakit. Anak perempuan Walikota salah satu yang menderita
dampak yang berat, matanya menjadi gatal dan rambutnya rontok. Meskipun
hasil uji darah tidak menunjukan merkuri dalam badannya, dia menjadi
buta 7 bulan setelah peristiwa tersebut. Hanya ada satu doktor di desa
itu dan dia digaji secara tidak langsung oleh Perusahaan yang dimiliki
Newmont ini.Dokter menyatakan laporan warga lahir cacat tidak benar.
Newmont tidak mau bertanggung-jawab, mereka menimpakan kesalahan
bukan kepada masalah tumpahnya Merkuri tetapi menyalahkan masyarakat
yang menyentuh merkuri itu. Newmont tidak tahu malu dan idak beritikad
baik untuk menyampaikan perlunya informasi yang benar kepada masyarakat
yang sebenarnya merupakan kewajibannya.
Masyarakat memilih menggugat Newmont di AS karena mereka tidak lagi
percaya kepada lembaga pengadilan di Peru.Peru mempunyai pemerintah yang
sangat korup pada dekade terakhir ini dan banyak dugaan korupsi terjadi
di pertambangan ini serta sudah beberapa kali perusahaan digugat.
Masyarakat Choropampa juga menderita dampak ekonomi. Sumber ekonomi
mereka berasal dari hasil pertanian, kentang dan jagung. Tetapi saat
ini, beberapa restoran dari sedikit restoran yang ada harus ditutup
karena orang tidak mau makan di tempat dimana ada bencana lingkungan
hidup.