Kaum
muda merupakan generasi harapan bangsa yang berpikir progresif dan anti
status quo. Mereka juga sering diharapkan untuk menjadi pelaku sejarah
sebagai agent of change. masyarakat merindukan lahirnya pemimpin baru
yang accountable, dan itu diharapkan lahir dari tokoh muda. Barangkali
demikianlah perspektif yang dibangun seiring dengan diwacanakannya
wacana kepemimpinan kaum muda dikancah nasional, pasca Ikrar kaum muda
pada 2007 yang diberi tema sentral, “saatnya kaum muda memimpin”.
Wacana
yang dilontarkan oleh berbagai ormas dan tokoh muda sempat menjadi
pembicaraan yang hangat terutama sebelum berlangsungnya pemilu
legislative dan pemilu untuk memilih presiden. Jaringan aktivis
prodemokrasi tak kalah kerasnya mengkampanyekan pentingnya pemimpin
alternatif dari kalangan muda. Tokoh-tokoh muda yang
menggembar-gemborkan wacana suksesi kepemimpinan nasional untuk kaum
muda disuarakan Tokoh-tokoh muda seperti Sukardi Rinakit, Faisal Basri,
Yudi Latief, Ray Rangkuti, Effendi Ghazali, Anies Baswedan, Indra J.
Piliang, dan Fajroel Rahman.
Beberapa tokoh mudapun dijagokan
untuk maju dan bertarung dalam dua pesta demokrasi bangsa Indonesia ini.
Wacana kepemimpinan kaum muda kembali menghangat untuk sesaat, pada
skala yang lebih kecil yaitu ketika MUNAS partai Golkar berlangsung di
Pekanbaru, beberapa waktu yang lalu. Kemudian wacana kepemimpinan kaum
muda yang semula hangat, tiba-tiba redup ditelan waktu, mulai memudar
dan sepertinya tidak akan disentuh lagi. Penyebabnya bisa jadi seiring
kekalahan demi kekalahan secara opini dan tokoh muda dalam pertarungan
politik dalam beberapa helatan public.
Dimana letak kekurangan
wacana kepemimpinan kaum muda hingga mengalami kegagalan. Nyatanya,
tidak ada Counter opini yang nyata-nyata menetang atau melawan arus
opini kepemimpinan kaum muda. Yang ada hanya Counter opini secara halus
dan dengan dinamika yang minimal. Counter dilakukan dengan mengambil
perbandingan pada beberapa keberhasilan kaum pendahulu, prestasi dan
kekayaan kaum pendahulu sepertinya merupakan garansi bagi khalayak dan
elit untuk tidak terbawa arus wacana kepemimpinan kaum muda dan tetap
percaya akan tokoh-tokoh status quo, Seiring adanya upaya untuk lebih
mempopulerkan visi,misi dan kinerja mereka. Beberapa elit, justru ada
yang memberikan asa kepada terwujudnya wacana ini pada tahun 2014 yang
akan datang, untuk saat ini pemuda harus bersiap diri untuk menyongsong
tahun-tahun itu.
Fakta sejarah menyatakan ide, perjuangan dan
pengorbanan pemuda selalu member andil dalam setiap fase itu seperti
suluh dalam terang, peran pemuda terus bercahaya. Sumpah pemuda 1928
merupakan cikal bakal dari konsepsi tentang nasionalisme kebangsaan
Indonesia, walaupun sebelumnya telah dimulai dari berdirinya organisasi
modern, namun belum memberikan nuansa ke-indonesiaan yang jelas, tegas
dan lugas. Lalu dalam titik kritis untuk mencapai kemerdekaan dan
menyebarkan berita kemerdekaaan pada seluruh pelosok negeri pada Agustus
1945, pemuda kembali memainkan peran strategisnya sebagai pencetus ide
sekaligus motor penggerak utamanya.
Belum lagi jika dihitung
jasa-jasa pemuda dalam tahun kritis berkebangsaan pada 1966 dan 1998.
Seperti halnya judul pidato Soekarno yang diberi judul “jas merah” alias
jangan sekali-kali melupakan sejarah, maka sudah saatnya pemuda bisa
mengklaim secara jelas mengenai jasa-jasanya agar tidak begitu saja
dilupakan oleh rakyat dan tertulis dalam sejarah. Hal itu sesuai dengan
pernyataan Pramudya Ananta Toer bahwa dalam sejarah modern kita
selamanya Angkatan Muda menjadi motor perubahan ke arah yang lebih maju,
kecuali angkatan 66.
Namun dari itu, terdapat ke-ironi-an,
setumpuk jasa-jasa dari gerakkan kaum muda seperti tidak dihargai, mudah
dilupakan. Budaya dan system kita seperti tidak berpihak kepada pemuda.
Kesempatan bagi kaum muda juga merupakan factor penentu, dengan tidak
diberiakan kesempatan maka tidak dapat dihindari krisis kepemimpinan
nasional akan semakin parah. Sementara itu lembaga-lembaga masyarakat
dan lembaga politik yang ada tidak kunjung jua mencetak dan memberikan
kesempatan pada pemuda seperti yang diharapkan, setidak-tidaknya
demikianlah penilaian Arbi Sanit.
Sebuah rekontruksi wacana
kepemimpinan kaum muda perlu diajukan dan dikaji secara lebih matang,
hingga terkesan tidak sporadis. Rekontruksi ini akan lebih mudah
dilakukan jika semua element kaum muda dan masyarakat umum lainnya, mau
terlibat dalam dinamika wacana kepemimpinan kaum muda, jadi wacana
kepemimpinan kaum muda tidak hanya milik beberapa gelintir orang, akan
tetapi jadi wacana pemuda keseluruhannya dan masyarakat pada umumnya.
Disamping membuka lembar sejarah, pemuda perlu untuk memahami
perkembangan sosiologi-psikologi masyarakat Indonesia dewasa ini. Dengan
langkah-langkah ini, mudah-mudahan wacana kepemimpinan kaum muda dapat
terwujud lebih cepat.
Materi wacana kepemimpinan kaum muda
hendaknya merupakan gambaran objective kondisi kepemudaan. Dengan
menjauhkan diri dari nilai-nilai subjectivitas seseorang atau kelompok
yang membawa kehendak dan kepentingan. Artinya, wacana ini bukan wacana
pragmatis yang akan dipergunakan sesuai kepentingan sesaat.dengan
demikian maka diharapkan tokoh yang lahir nanti adalah tokoh muda ideal
yang paham realita serta konsisten dalam memperjuangkan idealismenya.
M.
Masad Masrur, menyarankan wacana kepemimpinan kaum muda hendaknya
jangan berupa wacana pragmatis. Lebih lanjut, juga berarti wacana ini
berkelanjutan, tidak terputus oleh ruang dan waktu. Ekspektasi yang
diharapkan terjadinya tindak-lanjut (follow up), jadi wacana ini akan
menghasilkan sesuatu bukan sebagai wacana pemanis mulut dan tinggal di
alam hayalan. Dengan kontiniutas dan follow up wacana, maka diharapkan
lagi, masyarakat luas akan mudah menerima hadirnya pemimpin muda yang
siap mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan nasional.
Hendaknya
wacana ini berbentuk wacana inklusif toleran, artinya wacana yang bisa
mengundang dan melibatkan seluruh masyarakat untuk memberikan pandangan
serta kritik konstruksi dalam membangun wacana ini hingga menjadi
realita. Dengan membuka diri dan bersiap mendapatkan penilaian seperti
ini, maka diharapkan wacana ini akan berevolusi menjadi wacana tahan
banting dan tidak mudah dipatahkan begitu saja. Sebagai wacana inklusif
toleran, akan memacu kedewasaan wacana. Titik lemah dari wacana
kepemimpinan kaum muda akan mudah terlihat dan terdeteksi hingga dapat
diperbaiki. Sebagai wacana inklusif toleran, akan memacu kedewasaan
wacana.
Wacana kepemimpinan kaum muda untuk sementara ini adalah
harapan yang tidak pernah jadi. Seperti putik bunga yang tumbuh dengan
cepat namun tak kunjung mekar dan mencapai kematangannya. Akan wacana
kepemimpinan kaum muda akankah kembali tumbuh dan berkembang menjadi
matang pada masa yang akan datang?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar