Sabtu, 05 November 2011

Sumbawa  Barat Masih Tak Terima Kemenkeu Ambil Jatah Saham Newmont

Pemda Sumbawa Barat masih tak terima pemerintah pusat membeli jatah 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara. Pemda menyurati pemerintah pusat agar membuat regulasi dan bukan membeli saham perusahaan tambang, jika menemukan indikasi adanya ekspor barang tambang ilegal di Indonesia.

Indikasi ekspor hasil tambang ilegal itu menunjukkan sistem pengawasan ekspor hasil tambang oleh pemerintah pusat tidak berjalan.

"Kewenangan pemerintah pusat membuat regulasi. Kalau ditemukan ada ekspor hasil tambang ilegal, kontrolnya bukan dengan membeli saham, tapi dengan membuat regulasi. Pemda Sumbawa Barat telah menyurati Menko Perekonomian terkait hal ini," kata W Musyafirin, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Sumbawa Barat, dalam perbincangan melalui telepon dengan detikcom, Jumat (22/4/2011).

Musyafirin mengatakan, di Sumbawa Barat tempat operasi Newmont, seluruh proses pengawasan ekspor hasil tambang diawasi sepenuhnya pemerintah pusat. Pemerintah pusat juga yang memiliki hasil uji kandungan emas, tembaga dan mineral ikutannya dalam konsentrat yang diekspor Newmont.

"Kami pemerintah daerah hanya menerima laporan. Kami tidak memiliki akses dalam prosesnya," kata Musyafirin.

Seperti temuan Menteri Keuangan, Pemda juga kata Musyafirin menemukan indikasi serupa. Itu sebabnya, Pemda sejak Januari 2011, bersikeras mewajibkan Newmont mengantongi Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) dari Pemda. Seperti diketahui, langkah Pemda itu berujung pada penghentian sepekan aktivitas pengapalan konsentrat Newmont.

Saat penghentian itu, Musyafirin mengakui Pemda mengambil 46 kilogram sampel di 46 titik gunungan konsentrat yang siap diekspor ke Jerman dengan kapal MV SKOMVAER, di pelabuhan khusus konsentrat PTNNT di Teluk Benete. Kapal saat itu mengangkut 21.978 konsentrat.

Sampel konsentrat lalu diuji di tiga laboratorium. Satu diantaranya adalah laboratorium milik kepolisian. Meski belum diumumkan ke publik, Musyafirin mengklaim, hasil uji laboratorium menunjukkan kandungan emas dalam konsentrat yang ekspor Newmont jauh lebih tinggi dibanding yang dilaporkan selama ini.

"Laporan yang kami terima, dalam satu ton konsentrat ada 22 gram emas. Uji di tiga laboratorium atas sampel yang kami ambil, hasilnya berpuluh kali lipat di atas itu," kata Musyafirin.

Soal tudingan bahwa pengambilan sampel oleh tim Pemda tidak tepat dan menyalahi standard dan prosedur yang lazim secara internasional, Musyafirin mengatakan, sampel acak yang diambil pihaknya itu telah mewakili populasi konsentrat.

"Setidaknya kami kini akhirnya memiliki data pembanding, tidak semata menerima laporan. Dan terbukti ada perbedaan kandungan yang sangat jauh," ujarnya.

Karena itu, Pemda Sumbawa Barat mengingatkan pusat untuk memperkuat regulasi terkait pengawasan. Dalam regulasi itu, sudah selayaknya kata Musyafirin, daerah diberi akses penuh untuk terlibat.

"Kalau hanya karena ingin mengontrol hasil tambang Newmont dengan membeli saham, pemerintah pusat tidak akan mampu. Sebab pusat hanya akan menjadi pemegang saham minoritas dengan kepemilikan 7%," katanya.

Dalam konteks Newmont, kontrol kata dia bisa dilakukan dengan memperkuat posisi pemerintah daerah yang kadung saat ini sudah memiliki 24% saham PTNNT, sehingga dengan divestasi 7% 2010 bisa menggenapi kempemilikan saham menjadi 31%.

"Kita justru kuatir, jangan-jangan masuknya pemerintah pusat sebagai upaya menutupi kesalahan yang terjadi selama ini. Indikasi ekspor hasil tambang ilegal, bagi kami karena kegagalan pengawasan pemerintah pusat," ujar Musyafirin.

Seperti diketahui, Menkeu Agus Martowardojo menduga adanya perdagangan ilegal perusahaan tambang di Indonesia. Dia melihat laporan ekspor hasil tambang sejumlah perusahaan tak sesuai kenyataan.

"Dengar ya, catatan di salah satu industri pertambangan, dalam setahun tahun bisa ekspor 5 juta ton (hasil tambang) ke sebuah kawasan. Ternyata di luar (di kawasan yang dikirim), impor mineral dari Indonesia 20 juta ton per tahun. Artinya ilegal ekspor dong," ungkapnya.

Untuk itu, lanjut Agus Marto, pemerintah perlu masuk langsung ke dalam perusahan-perusahaan tambang guna menertibkan dan merapikan sistem pelaporannya agar hak Indonesia dalam bentuk penerimaan negara atau royalti yang harus dibayarkan perusahaan-perusahaan tersebut tak ada yang hilang.

"Kalau pemerintah hadir dalam perusahaan ini, jadi bisa lebih tahu, ini loh modusnya. Jadi mohon semua pihak positif, bersangka baik," ujar dia,.

Agus Marto menilai, dengan adanya program divestasi 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara pada tahun ini diharapkan dapat menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk bisa masuk dan mempelajari tata kelola dari sebuah perusahaan mineral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar